Minggu, 22 Juli 2012

JICA Siap Turunkan Tim Pembebasan Lahan dan Relokasi Pemukiman Warga


Kanyus | KARAWANG, (PRLM).- Japan International Cooperation Agency (JICA) sebagai konsultan yang tunjuk Pemerintah Pusat dalam pembangunan Pelabuhan Cilamaya siap menurunkan tim pembebasan lahan dan relokasi pemukiman warga di bakal lokasi pelabuhan tersebut.

"Kegiatan itu dinamakan LARAP atau Land Acquisition and Resettlement Action Plan. Meski begitu, sebelum malakukan kegiatannya tim tersebut wajib mengantongi izin dari Pemkab Karawang," ujar Sekretaris Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Karawang, Samsuri, Minggu (22/7/12).

Menurut Samsuri, perekembangan itu, dia peroleh saat Bappeda Karawang diundang Kementerian Perhubungan (Kemenhub) terkait rencana pembangunan Pelabuhan Laut Internasioan di Cilamaya. Saat itu, pihaknya dipertemukan kembalu dengan tim dari JICA.

Dikatakan, kajian LARAP baru bisa dilaksanakan setelah surat perintah dari Kemenhub turun. “Kita sendiri belum tahu kapan surat perintah itu turun. Namun, sesuai ketentuan, pelaksanaan kegiatan LARAP wajib meminta ijin terlebih dulu dari Pemkab Karawang," ujar Samsuri.

Dikatakan juga, pakan lalu tim JICA sempat datang ke Karawang. Untuk menemui Bapeda. Waktu itu mereka menyampaikan rencananya untuk melakukan survey pendahuluan dengan melihat langsung lahan yang bakal dijadikan pelabuhan.

JICA ingin mengetahui kondisi area bakal pelabuhan termasuk tipe tanah dan pemukiman warga yang mungkin akan tergusur oleh projek pembangunan pelabuhan tersebut. Namun demikian, Samsuri mengaku belum tahu tekhnis yang akan dilakukan pihak JICA dalam memindahkan pemukiman warga yang tergusur.

"Kami belum menerima penjelasan apakah pemukiman warga itu akan direlokasi atau masing-masing warga cukup diberi ganti rugi dan mereka sediri yang menentulan akan pindah ke mana," kata Samsuri.

Yang pasti, lanjut dia, kegiatan LARAP harus mengacu kepada Undang-undang nomor 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Lahan untuk Kepentingan Umum (Negara).

Disebutkan, proses pengadaan lahan untuk proyek tersebut adalah penyusunan FLARAP atau kebijakan dasar dari LARAP. Selanjutnya, dilakukan survey lapangan. Dan tahap berikutnyaa pematangan LARAP (versi update) atau update berdasarkan detail disain (finalisasi alignment).

"Ketiga tahapan itu harus disahkan oleh Ditjen Perhubungan Laut dan Ditjen Bina Marga," kata Samsuri.

Dikatakan juga, pada prinsifnya, pembangunan tersebut jangan sampai merugikan masyarakat. Semua dampak negatif akibat adanya projek itu harus diminimalisasi.

"Semua orang yang terkena dampak berhak mendapatkan kompensasi atas kerugian harta bendanya. Mereka juga wajib mendapat uang penggati dan bahkan penghasilan yang mereka peroleh sebelum adanya pelabuhan harus dipulihkan," tutur Samsuri.

Disebutkan, penggantian aset, baik berupa tanah atau pun nontanah akan dilaksanakan berdasarkan ketentuan yang tertuang dalam Peraturan Daerah. Sedangkan pembayaran dan program pemulihan pendapatan harus dilakukan terlebih dahulu sebelum dimulainya kegiatan konstruksi.

Seluruh anggaran untuk pembebasan lahan, kompensasi, maupun program pemulihan pendapatan wajib disiapkan. Begitu pula LARAP mesti diumumkan dalam bahasa Indonesia, dan disosialisasikan secara terbuka.

Sementara itu, salah seorang warga Dusun Ciparge, Desa Ciparagejaya yang tempat tinggalnya diperkirakan bakal tergusur projek pelabuhan, Aef Suhardi mengatakan, pihaknya tidak mungkin menghalang-halangi projek tersebut. Hanya saja, pelaksanaan penggusuran harus dilakukan secara persuasif.

Selain itu, warga meminta untuk direlokasi ke daerah yang tidak jauh dari pantai. Pasalnya, sebagian besar warga Ciparage hanya mempunyai keahlian menangkap ikan di laut atau bekerja sebagai nelayan.

"Jika mereka dijauhkan dari laut, mereka tidak akan bisa hidup. Jadi mata pencaharian mereka jangan dihapus, bila perlu beri mereka perahu disamping rumah pengganti yang layak," ujar Aef yang juga menjabat sebagai Ketua Himpunan Nalayan Seluruh Indonesia (HNSI) Karawang itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar